Dark web adalah sisi gelap internet yang kerap disalahgunakan untuk melakukan tindak kejahatan atau kriminal.
Mulai dari jual beli senjata, obat-obatan terlarang, pornografi, hingga perdagangan manusia.
Aspek kriminal dari dark web bergantung pada teknologi anonim dan cryptocurrency untuk menyembunyikan aksinya.
Seperti diketahui, internet memiliki tiga kategori utama dalam menampilkan informasi dalam halamannya.
Ketiganya adalah surface web, deep web, dan dark web.
Masing-masing memiliki perbedaan signifikan dalam cara kerjanya.
Jika surface web bisa diakses melalui mesin pencari, sebaliknya dark web harus diakses dengan bantuan mesin pencari khusus.
National Institute of Justice dalam investigasinya pada 15 Juni 2020 melaporkan, aksi kriminal yang dilakukan di dark web pada intinya memanfaatkan teknologi enkripsi dan anonimitas.
Keduanya dirancang dengan maksud untuk mencegah pelacakan oleh pihak tertentu.
Karena keberadaannya yang sulit dilacak, banyak pihak yang tidak menyadari kalau dark web telah menjadi rumah bagi para pelaku kriminal.
Dalam laporan berjudul Taking on the Dark Web: Law Enforcement Experts ID Investigative Needs, dark web didefinisikan sebagai layanan hyperlink yang berada di jaringan gelap internet.
Mereka hanya bisa diakses melalui protokol bernama The Onion Router (TOR).
Tor adalah mesin pencari yang dikonfigurasi secara khusus, yang memungkinkan pengguna untuk mengakses layanan web dengan cara yang sulit atau tidak mungkin bisa dilacak.
Mesin pencari standar, seperti Google, Yahoo, maupun Bing biasanya akan melacak alamat IP (Protokol Internet) unik mereka.
Hal ini membuatnya dapat dilacak oleh penegak hukum.
Alih-alih memperlihatkan alamat IP sebenarnya, dark web melalui browser TOR-nya justru mengeluarkan alamat IP palsu.
Dengannya, identitas pengguna terjamin kerahasiaannya.
Browser TOR awalnya dikembangkan oleh US Naval Research Laboratory pada 1990-an dan dirilis ke publik pada 2002.
Mengutip laporan RAND Corporation (RAND), tujuan awalnya adalah untuk menyembunyikan identitas operator atau pembangkang Amerika yang mencoba berkomunikasi dengan rezim yang saat itu berkuasa.
Seiring berkembangnya teknologi, keberadaanya disalahgunakan untuk melanggengkan aksi-aksi kriminal di dunia maya.
Moore bersama Daniel dan Thomas Rid dalam penelitiannya berjudul Cryptopolitik and the Darknet (2016) memperkirakan bahwa 57 persen situs dark web terbukti memfasilitasi aktivitas ilegal.
Jumlah ini terus meningkat sepanjang tahun.
Di sisi lain, menurut Digital Shadows, eksistensi dark web nyatanya bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan positif.
Sebagai contoh, sebagai tempat penyedia saluran komunikasi anonim dan sangat aman untuk melindungi aktivitas rahasia dari pemerintah.
Pun dapat melindungi agen perubahan, seperti aktivis hak asasi manusia dan jurnalis sehingga tidak dibungkam oleh rezim yang berkuasa.
HARIS SETYAWAN