Jakarta kembali tercatat di posisi pertama sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia pada Jumat, 17 Juni 2022, menurut IQ Air, dan ini sudah terjadi beberapa hari belakangan ini.
Kemarin, posisi teratas dalam 24 jam bukan cuma sekali, tapi berkali-kali.
Tercatat pukul 05.00 (161), 18.00 (132), 19.00 (148), 20.00 (154), 22.00 (163) dan 23.00 (169).
Menurut IQ Air, kategori kualitas udara tidak sehat berada pada rentang indeks 151 hingga 200.
Berdasarkan data IQ Air pada pukul 05.00, terlihat alat pantau di beberapa titik ibu kota memperlihatkan angka kualitas udara yang lebih besar dari rata-rata Jakarta.
Pada titik di Kopi Korner Kemang (223-sangat tidak sehat), Transjakarta Depo Pesing (189), Taman Resort Mediterania (179), Angkasa, Kemayoran (168), dan Jalan Hayam Wuruk (165).
Kota terdekat, Depok juga tercatat di rentang indeks tidak sehat, 160.
Sementara, PM 2,5 pada pukul 05.00 untuk Jakarta tercatat 73 µgram/m3 dan Depok 72,3 µgram/m3.
Sedangkan, Nilai Ambang Batas (NAB) adalah batas konsentrasi polusi udara yang diperbolehkan berada dalam udara ambien.
NAB PM 2,5 = 65 µgram/m3.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Teknologi Deteksi Radiasi dan Analisis Nuklir (PRTDRAN) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhayatun Santoso, yang tengah melakukan riset terkait pencemaran lingkungan daerah industri dan perkotaan berbasis teknik nuklir, masih membutuhkan data komposisi PM 2,5 untuk kejadian kemarin.
“Untuk menjelaskan secara detail diperlukan data komposisi PM2.5 tersebut sehingga dapat mengetahui kontribusi terbesar PM2.5 tersebut berasal dari mana atau apa sebabnya,” ujar Muhayatun dalam keterangannya, Sabtu, 18 Juni 2022.
Muhayatun akan memastikan berdasarkan komposisi kimia yang ada.
“Misal, jika lonjakan kendaraan bermotor yang menjadi salah penyebab, maka nanti bisa kita jelaskan dengan adanya peningkatan pada black carbon dan sulfur pada komposisi tersebut,” ujarnya.
Selain itu, Muhayatun juga membuka kemungkinan adanya sumber lain.
“Jika dari sumber-sumber lain, akan juga bisa terlihat dari komposisi yang ada.
Jika data komposisi sudah ada, kita bisa lebih memahami permasalahan yang ada,” jelasnya.
Riset BRIN untuk Pencemaran Lingkungan Pusat Riset Teknologi Deteksi Radiasi dan Analisis Nuklir (PRTDRAN) – Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tengah melakukan riset terkait pencemaran lingkungan daerah industri dan perkotaan berbasis teknik nuklir.
Riset ini telah dilakukan secara bertahap selama lima tahun mulai tahun 2020–2024.
Riset ini dilatarbelakangi akibat meningkatnya urbanisasi dan berbagai aktivitas transportasi dan industri berpotensi memiliki dampak pencemaran di udara.
Kondisi kualitas udara di Indonesia menurut Air Quality Live Index cenderung memburuk dalam dua dekade terakhir.
Berdasarkan data dari organisasi kesehatan dunia (WHO) dinyatakan bahwa 91 persen penduduk Indonesia tinggal di wilayah dengan tingkat polusi udara melebihi batas aman.
Pencemaran udara ini memiliki dampak yang cukup signifikan pada gangguan kesehatan manusia, ekosistem, perubahan iklim dan pemanasan global.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Muhayatun bersama Kelompok Riset Teknik Analisis Nuklir, bahwa data konsentrasi PM2.5, PM10, BC dan unsur dalam sampel partikulat udara di wilayah industri di perkotaan Indonesia cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa perkotaan di Indonesia.
Kualitas partikulat udara perkotaan di Pulau Jawa tahun 2021 secara umum menunjukkan kenaikan dibandingkan dengan data partikulat halus tahun 2020 dimana pelaksanaan kebijakan dalam mengantisipasi penyebaran Covid-19 relatif ketat.
Demikian halnya, hasil karakterisasi sampel tanah di sekitar kawasan industri menunjukkan rerata kandungan beberapa unsur logam lebih tinggi dibandingkan kandungan tanah pada beberapa daerah lain.