Serangan panik (panic attack) ditandai kemunculan rasa takut atau gelisah yang berlebihan secara tiba-tiba.
Kondisi ini bisa dialami mendadak tanpa sebab yang jelas.
Mengutip Healthline, perasaan ini biasanya memuncak awal sekitar 10 menit.
Setelah itu hilang secara cepat.
Panic attack menyebabkan emosi yang intens, seperti ketakutan kematian atau kecemasan lainnya.
Gangguan ini juga menyebabkan gejala fisik, termasuk jantung berdebar dan sesak napas.
Mengutip WebMD, gangguan fisik yang dialami orang panic attack nyeri bagian tengah dada.
Aliran pernapasan yang tiba-tiba mengalami peningkatan, detak jantung berdetak cepat, dan mendadak merasa takut.
Ketika detak jantung memompa makin cepat, maka darah yang mengalir ke otot akan meningkat.
Ini menyebabkan gula darah melonjak secara cepat.
Para ilmuwan mempelajari ketika seseorang mengalami panic attack, ada kemungkinan bagian otak yang memproses rasa takut lebih aktif.
Orang yang mengalami panic attack memiliki banyak aktivitas di bagian otak yang terkait dengan respons, seperti ingin melawan atau berlari.
Kondisi panic attack juga mempengaruhi kadar hormon serotonin yang mempengaruhi suasana hati.
Para peneliti juga menemukan, selama serangan panilk, hormon adrenalin yang dikeluarkan tubuh meningkat dua kali atau lebih.
Semua perubahan itu membuat tubuh orang yang panic attack mengalami kelelahan yang sangat menguras tenaga.
Biasanya orang yang mengalami panic attack mengalami serangan yang tidak terduga dan banyak menghabiskan waktunya untuk mengkhawatirkan gangguan ini.
Itu karena setelah seseorang mengalami panic attack, ia akan banyak memikirkan gangguan ini dan menghindari situasi tertentu yang rentan memicu gangguan ini muncul kembali.
Panic attack mirip seperti respons alami tubuh terhadap bahaya.
Faktor terbesar yang memicu gangguan bisa saja genetik, lingkungan, dan stres.
Adapun faktor lainnya yang memicu panic attack, antara lain, peristiwa traumatis, berlebihan kebiasaan merokok dan konsumsi kafein, juga pengalaman pelecehan fisik atau seksual semasa kanak-kanak Ahli psikologi dari Atlanta’s Emory University School of Medicine, Barbara O.
Rothbaum menjelaskan ,kombinasi antara faktor genetik, lingkungan, peristiwa hidup, penyalahgunaan obat, dan pola berpikir yang membesar-besarkan reaksi fisik juga rentan memicu gangguan itu.
Ia mengatakan, seseorang mungkin akan cemas mengenai masalah pekerjaan, ujian, atau membuat keputusan yang penting.
“Tapi, seseorang yang panic attack mungkin bereaksi terhadap tekanan sama dengan reaksi fisik yang berlebihan.
Itu seolah-olah akan diserang harimau liar atau jatuh dari ketinggian,” katanya.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.